3 polisi jujur di Indonesia menurut Gus Dur, kini tambah 1 nama lagi.


Mantan Presiden Abdurrahman Wahid punya slonohan, hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia. Ketiganya adalah patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng Iman Santosa. Ini semacam sindiran bahwa sulit mencari polisi jujur di negeri ini. Kalaupun ada, langka dicari. apa yang pernah disampaikan almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Katanya, “Di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng (mantan Kapolri kelima, Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso)”ini memang menjadi sebuah keprihatinan bagi kita, namun kita patut berapresiasi kepada polisi kita berikut ini.
Hoegeng Imam Santoso dikenal sebagai Polisi paling jujur, teladan dan antikorupsi. Hoegeng Imam Santoso lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, 14 Oktober 1921. Dia menjadi Kapolri 9 Mei 1968 hingga 2 Oktober 1971. Banyak hal yang dilakukan Hoegeng untuk membenahi kepolisian. Walau hanya menjabat tiga tahun, Hoegeng menorehkan banyak teladan. Hoegeng selalu menolak bentuk gratifikasi. Semasa di medan dia membuang semua barang pemberian bandar judi. Saat menjadi kepala bea cukai, Hoegeng membersihkan semua suap dan sogokan. Dia sampai menyuruh istrinya menutup toko bunga agar tak digunakan orang-orang mendekati dirinya. (merdeka.com) Hoegeng memang seorang yang sederhana, ia mengajarkan pada istri dan anak-anaknya arti disiplin dan kejujuran. Semua keluarga dilarang untuk menggunakan berbagai fasilitas sebagai anak seorang Kapolri. “Bahkan anak-anak tak berani untuk meminta sebuah sepeda pun,” kata sang istri, Merry Roeslani. Aditya, salah seorang putra Hoegeng bercerita, ketika sebuah perusahaan motor merek Lambretta mengirimkan dua buah motor, sang ayah segera meminta ajudannya untuk mengembalikan barang pemberian itu. “Padahal saya yang waktu itu masih muda sangat menginginkannya,” kenangnya. Saking jujurnya, Hoegeng baru memiliki rumah saat memasuki masa pensiun. Atas kebaikan Kapolri penggantinya, rumah dinas di kawasan Menteng Jakarta pusat pun menjadi milik keluarga Hoegeng. Tentu saja, mereka mengisi rumah itu, setelah seluruh perabot inventaris kantor ia kembalikan semuanya. Kiranya, hingga detik ini pernyataan Gus Dur masih relevan untuk diresapi sekaligus menjadi hikmah pembelajaran bagi institusi kepolisian. (http://www.kompasiana.com).
tak heran jika saat ini masyarakat masih ada yang menganggap buruk citra polisi karena beberapa alasan masyarakat masih belum bisa mencitrai korps bhayangkara sebagai institusi yang bersih, mengingat beberapa kasus yang telah mencoreng , tapi kita harus tetap meyakini kalau di dalam sana masih ada beberapa glintir orang yang jujur dan patut dijadikan contoh, seperti yang ada pada seorang Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso bagaimana sepak terjang beliau seperti yang terurai pada tulisan di atas telah membuktikan dan publik pun mengakui betapa luar biasanya beliau ini.
Namun baru-baru ini ada sesosok yang menyita perhatian banyak publik, yaa dia adalah Bripka Seladi. Bripka seladi adalah petugas kepolisian yang bertugas di satlantas polres malang.  Ditugaskan sebagai sebagai polisi penguji surat izin mengemudi (SIM) A, sebenarnya tidak sulit bagi Bripka Seladi, 58, jika ingin mencari keuntungan dengan cara membebankan receh tambahan kepada para peserta pencari SIM.
Tetapi selama 16 tahun bertugas, cara itu tidak pernah Seladi lakukan. Beliau memiliki cara sendiri untuk mendapatkan penghasilan tambahan, yakni menjadi pemulung sampah. Usaha sampingan itu sudah ia jalani sejak 2008 silam. Awalnya Seladi mencari sampah plastik serta rongsokan di lingkungan kantornya yang dikelilingi banyak toko. Tetapi karena sudah ada pemulung lain, ia memutuskan memulung di lokasi berbeda. Layaknya pekerjaan sampingan, aktivitas itu hanya ia lalukan ketika senggang. Awalnya pekerjaan Seladi memulung sampah itu kerap dicibir oleh rekan kerja dan orang sekitarnya. Meski begitu ia mengaku tidak pernah merasa malu maupun minder.“Sampah ini kan sangat bisa menjadi uang. Kan sayang, kalau rezeki kenapa harus dibuang-buang?” ungkap Seladi ketika dijumpai di gudangnya. Ketika ditanya tentang penghasilan, Seladi mengaku bisa mendapat Rp25.000 hingga Rp50.000 per hari dari usaha sampahnya itu. Penghasilan itu ia kumpulkan untuk biaya anaknya, Dimas masuk hingga lulus di akademi kepolisian. Padahal andakan Seladi mau sedikit licik di tempatnya bertugas, bukan tidak mungkin saat ini ia mengantongi uang lebih banyak. Tetapi menurutnya uang tersebut tidak barokah. Lewat pekerjaan sampingan itu ia juga ingin memberi contoh untuk anaknya.“Seumpama mau terima [suap], saya bisa jadi kaya. Tidak minta saja kadang diberi. Bayangkan kalau per orang Rp50.000 dan sehari itu ada 10 orang. Bisa dihitung sendiri itu kalau dilakukan selama 16 tahun,” papar Seladi sambil tertawa.
Bagi polisi yang setiap hari ke kantor mengayuh sepeda sejauh lima kilometer itu, di dunia ini ada dua macam rezeki yang dapat dipilih. “Ada rezeki yang baik dan rezeki yang buruk. Semua ada konsekuensinya, tergantung memilih yang mana orang itu.” (solopos.com)
Melihat cerita diatas pantaslah kita berbangga bahwa masih ada seorang polisi sejujur beliau, jika Beliau Gus Dur masih hidup tentulah akan di tambahkan 1 nama lagi dari 3 polisi terjujur di indonesia, 1. Polisi tidur, 2. patung polisi, 3. Hoegeng Imam Santoso dan nomer 4. Adalah beliau bripka seladi. Semoga kedepanya akan ada nama-nama polisi baru muncul menambah daftar pendek polisi terjujur di indonesia.